Kamis, 29 Oktober 2009

QURBAN: TERNYATA MURAH

Jamaah calon haji sudah mulai berangkat ke tanah suci sepekan ini. Pertanda sebantar lagi memasuki bulan Dzuhijjah. Di bulan ini ada sebuah hari raya bagi umat Islam. Satu daru dua hari raya umat Islam. Itulah Idul Adha.

Pada bulan ini, ada sebuah hari nahr. Yaitu hari penyembelihan hewan qurban. Sebagai sunnah Nabi Ibrahim a.s. Jumhur ulama menetapkan bahwa menyembelih hewan qurban adalah sunnah muakkad bagi muslim yang mampu. Yaitu yang mampu membeli seekor hewan qurban seperti kambing, sapi, dan onta.

Alhamdulillah setiap tahun semakin banyak saja orang Islam yang tergerak memotong hewan qurban. Saya jadi teringat masa sewaktu kecil dulu. Di kampungku, orang yang memotong hewan qurban di hari nahr pasti orang yang kaya raya.

Yang biasa-biasa saja, gak usahlah berqurban. Kan ini tidak wajib.

Yang miskin, cukup menerima pemberian beberapa ons daging qurban dari balik pagar besi yang tinggi.

Kini, saya tinggal di sebuah perumahan di Cikarang.

Hewan qurban yang disembelih oleh panitia dua tahun ini sekitar 7 ekor sapi plus 40-an ekor kambing. Kalau satu sapi mewakili 7 orang, berarti total ada 90-an orang pequrban. Kalau satu orang mewakili 1 KK, berarti ada 90 KK yang berqurban. Ini berarti sekitar 20% dari total 450 KK di perumahan ini.

(Surprise! Jumlahnya hampir sama dengan jumlah jamaah shalat isya yang dulu pernah saya tulis).

Apakah angka ini sudah cukup bagus?

Tergantung dari pembandingnya.

Dua tahun lalu saya bersama teman-teman pernah melaksanakan penyembilahn qurban di sebuah di desa di sebuah kabupaten di Bandung. Ada 3 ekor yang kami beli dan sembelih di kampong ini. Masyarakat desa begitu antusias bergotong royong menyambut penyembelihan 3 ekor kambing ini. Kabarnya di sini jarang sekali ada orang yang memotong hewan qurban. Kalau ada paling cuma memotong 1 ekor saja. Apakah ini karena penduduknya miskin? Bisa jadi itu salah satu sebabnya. Yang memotong qurban Cuma orang yang kaya raya. Yang biasa-biasa saja tidak, karena ini bukan wajib.

Kalau qurban di perumahan saya dibandngkan qurban di desa di atas, pasti orang sudah berdecak kagum…. Padahal seharusnya hewan yang disembelih bisa lebih banyak lagi.

Baik di perumahan saya maupun di desa di kabupaten Bandung itu. Karena berqurban pada zaman sekarang, tentu tak ada seujung kuku beratnya daripada yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s.

Nabi Ibrahim a.s. sama sekali tak menyangka bahwa yang beliau sembelih adalah seekor gibas. Dia dengan rasa patuh kepada Allah, sedang melaksanakan perintahnya menyembelih anak kandungnya sendiri. Ismail a.s. Anak yang kelahirannya sangat ditunggu-tunggu.

Sedangkan kita?

Sudah pasti yang kita sembelih adalah kambing, sapi, atau onta. Sudah jelas makhluknya. Sudah jelas dimana belinya. Sudah jelas harganya. Sudah jelas kapan waktunya. Maka zaman sekarang berqurban itu bisa direncanakan dengan baik. Asal kita punya kemauan.

Jadi masalah uang untuk berqurban bukanlah masalah besar. Tidak harus kaya raya dulu untuk berqurban. Yang harus ada adalah kemauan untuk melaksanakan sunnah Nabi Ibrahim a.s. Lalu lakukan perencanaannya.

Mari kita bayangkan. Boleh juga sambil berhitung pake kalkulator. Dengan harga seekor kambing Rp. 1.000.000,- maka seharusnya jumlah orang yang berqurban bisa 2-3 kali lipat daripada sekarang. Jika angka ini dibagi dengan 350 hari saja (karena 1 tahun kalender hijriyah lebih pendek daripada kalender masehi), maka hanya dengan menabung Rp 3.000,- saja per hari, kita bakalan dapat menyembelih qurban pada hari H.

Bayangkan lagi…. Kalau seorang perokok setiap hari menghabiskan 1 pak rokok seharga Rp. 10.000,- berarti setahun dia telah membelanjakan 3.5 juta rupiah untuk rokok. Ini sama dengan 3-4 ekor kambing.

Jadi ternyata berqurban seekor kambing bukanlah sesuatu yang mahal dari segi biaya. Tidak memberatkan jika direncanakan. Tapi memang pengurbanan untuk taat kepada Allah itulah yang berat.

Sayangnya sebagian kita bahkan lebih memilih mengorbankan diri sendiri. Merusak diri baik fisik maupun mental demi kesenangan duniawi.

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah: 195)

Sabtu, 24 Oktober 2009

Kamis, 12 Maret 2009

Irasionalitas Ponaris

Berita lucu tentang Ponari dan batunya sungguh memprihatinkan. Yang lucu bukan cuma Ponari, anak SD yang memang sedang lucu-lucunya. Tapi kekeblingeran para pasien-pasiennya yang berbondong-bondong meraup berkah air batunya si Ponari. Berpuluh-puluh tahun menjadi muslim masih rentan terhadap berita 'harapan' kesehatan yang ditawarkan oleh air Ponari. Otak dilepaskan dulu, demi kesembuhan badan. Tanggalkan rasionalitas. Tanggalkan keimanan kepada Allah. Lupakan jeratan kemusyrikan. Yang penting sembuh.

Maka milyaran rupiahpun diraup oleh 'manajemen' Ponari. Maka tak heran ketika muncul produk Ponari Sweat dan Batu Celup Ponari. Yang terakhir ini gak perlu dicerna secara rasional pula, karena ini cuma guyonan keprihatinan terhadap irasionalitas para ponaris sejati.

Sabtu, 27 Desember 2008

Haji, Kamu Mampu!

Oleh Choirul Asyhar

Teman-teman yang sebulan lalu berangkat haji kini sudah bersiap siap pulang. Wow, pasti mereka senang sekali sebentar lagi bertemu keluarga dan kerabat di tanah air. Selain melepas rindu, mereka juga senang karena telah selesai melaksanakn rukun Islam ke lima ini. Wow, senang sekali menjadi orang yang berkemampuan menunaikan ibadah haji ini.

Ya, rukun Islam yang kelima adalah melaksanakan ibadah haji jika mampu.

Dari Umar bin Khottob r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat, menunaikan zakat, shaum Ramadhan, dan engkau berhaji ke Baitullah, jika engkau mampu.
(HR. Muslim)

Membaca hadist di atas ada dua cara orang membacanya:
Pertama, karena saya belum mampu maka saya tidak wajib melaksanakan ibadah haji. Nanti kalau saya mampu maka saya dikenai kewajiban haji itu. Sekarang belum. Ada ‘rukhsyah’ untuk tidak melaksanakannya karena saya masih belum berkemampuan.
Jika membacanya demikian, maka akan muncul permakluman-permakluman diri yang lain. Seperti:
“Saya kan cuma buruh pabrik, mana mungkin bisa melaksanakan haji. Setiap bulan gaji pas-pasan untuk hidup, sekolah anak-anak dan lain-lain kebutuhan rumah tangga.”

Atau “Saya masih banyak hutang. Setiap bulan harus bayar angsuran rumah, motor, hape, panci, karpet, dan lain-lain.”

Atau pula “Kayaknya harus dapat rejeki nomplok nih, baru saya bisa naik haji.”
Atau “Pokoknya kalau dapat undian berhadiah mobil saya akan jual untuk ongkos naik haji.”

Ada juga, “wah, mana mungkin? Saya tidak punya sawah untuk dijual bakal ONH.”

Kalau terus didengarkan makin banyak lagi alasan-alasan yang justru melemahkan diri untuk justru menjadikannya orang yang tidak mampu berhaji. Padahal kalau ditanya mau nggak sih dia haji, pasti jawabannya “Mau dong, siapa yang nggak pengen?”

Pengen adalah cita-cita. Cita-cita adalah dream. Anak kecil jika ingin mainan bisa termimpi-mimpi untuk mendapatkannya. Sampai tidurnya mengigau menyebut-nyebut nama mainan itu. Ketika bangun tidur, merengek lagi kepada ayah ibunya agar dibelikan mainan itu.

Kalau kita pengen haji, mestinya juga demikian. Termimpi-mimpi saat tidur, lalu bekerja keras saat terbangun. Demi tercapainya cita-cita itu. Bukan sebaliknya melemahkan diri kedalam ketidakmampuan itu. Jika demikian, maka benarlah bahwa keinginannya untuk berhaji tak bakal terwujud karena dia selalu menenggelamkan dirinya dalam kelompok orang yang tak mampu. Sehingga tidak perlu pergi haji.

Itu adalah cara pertama. Bagaimana dengan cara kedua membaca hadis itu?
“Ini adalah rukun Islam, saya harus jadi orang mampu. Agar saya bisa berhaji!”
“Rukhsah bagi yang tak mampu itu, biar untuk orang lain saja. Saya harus mampu!”

Lalu targetkan kapan bisa naik haji. Kalau untuk rumah seharga 50 juta berani mencicil 10-15 tahun, kenapa tidak mencoba mencicil ONH? Ayo, ambil kalkulator. Masukkan angka 70 juta untuk ongkos haji suami-istri 10 tahun yang akan dating. Bagi dengan 10, maka itu berarti kita harus menabung 7 juta per tahun. Bagi lagi dengan 12. Itu berarti kita harus menyisihkan Rp. 584 ribu per bulan. Jika gaji kita 3 juta per bulan berarti dengan menyisihkan 20% setiap bulan, kita akan berkemampuan berhaji tahun 2018 nanti. Sambil berdoa semoga nilai rupiah tidak terus terdepresiasi terhadap dollar.

Kalau nilai ini dianggap terlalu besar, mari kita bikin urutan prioritas pengeluaran bulanan. Coret yang tidak perlu. Coret yang tidak akan membuat kita mati tanpanya. Coret yang justru membuat kita sakit jasmani dan rohani. Apa yang masuk criteria itu?
Banyak. Misalnya rokok yang merusak jasmani kita. Bioskop yang merusak kantong dan rohani kita. Jalan-jalan ke mall yang menyuburkan sifat konsumerisme dan hedonisme. Kurangi jajan, karena istri telah memasak di rumah. Kurangi jajan hanya karena hobbi. Misalnya makan bakso atau duren. Jadikan makan karena butuh, bukan karena nafsu. Kurangi memanjakan anak dengan jajanan tak bergizi dan menyuburkan penyakit. Yang menyebabkan biaya pengobatan membengkak dan tak dikover asuransi.

Kalau istiqomah dan terus berdoa kepada Allah niscaya Allah akan menguatkan niat kita menuju berkemampuan itu.

Labbaikallahumma labbaik
Labbaika laa syarika laka labbbaik
Innal hamda wanni’mata
Laka walmulk
Laa syariikalak.

Cikarang Baru, 28 Dhulhijjah 2008/26 Desember 2008

Sabtu, 29 November 2008

Sujud Syukur

Tulisan di bawah ini tidak membahas fikih ataupun tatacara sujud syukur. Yaitu sujud kepada Allah setiap kita menerima kenikmatannya.

Tulisan ini adalah berisi tentang praktek sujud syukur yang dilakukan oleh hamba Allah, yang tak malu-malu mengekspresikan kesyukurannya dengan cara islami. Tak tanggung-tanggung, di dalam lapangan bola dalam pertandingan berskala internasional. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Muhammad Syarief, Mahasiswa Pascasarjana AOU, Kairo. http://eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/straiker-timnas-mesir-berdakwah-dari-lapangan-hijau.htm

Striker Mesir, Berdakwah di Lapangan Hijau

Siapa bilang hanya seorang berprofesi ustaz saja yang mampu berdakwah. Di Mesir, seorang striker bola papan atas pun bisa berdakwah melalui lapangan hijaunya. Nama pemain ujung tombak timnas negeri Musa itu adalah Muhammad Abu Treka. Berulangkali ekspresi kegembiraannya setelah mencetak gol menyedot perhatian publik, dan hebatnya keunikan ini hanya datang dari Timnas Mesir.

Salah satu situs Islam terdepan di dunia arab, Islamonline memberitakan dahsyatnya dakwah sang striker. Abu Treka, demikian panggilan akrab beliau. Setiap berhasil menyarangkan bola di gawang lawan, ia mengekspresikan rasa syukurnya dengan sujud. Tanpa sungkan ia
berlari gembira ke tepi lapangan dan bersujud di sana. Hal yang sama diikuti oleh rekan timnya yang lain. Sungguh pemandangan yang mengharukan.

Terlepas dari diterima atau tidaknya sujud syukur sang kapten, karena celana bola yang ia kenakan tak sampai menutup lutut, namun paling tidak, ia mampu memikat para penonton khususnya mereka yang non muslim. Seperti pertandingan putaran pertama seleksi piala dunia 2010, yang memperetemukan Mesir dan Kongo pada tanggal 7 September lalu. Abu
Treka kembali sukses mencetak gol, dan seperti biasa, ia wujudkan rasa syukur itu dengan sujud. Warga Kongo yang menjadi tuan rumah pada pertandingan itu terdiam dan bingung, apa yang sedang dilakukan si mesin gol dari Timnas Mesir itu?

Seorang Mufti Kongo bernama Syeikh Abdullah Mangala Luaba bertutur tentang dakwah sang kapten dari pertandingan itu. Mufti ini mengatakan, bahwa sujud yang dilakukan Abu Treka dan teman-temannya se-tim setelah mencetak gol, sungguh menarik perhatian para penonton di negerinya.

"Kekaguman itu telihat setelah pertandingan usai, kami didatangi oleh para penonton yang menanyakan sebab Timnas Mesir bersujud seperti itu", cerita Syeikh Abdullah. Beliau kemudian menjawab pertanyaan mereka, "Itu dalam Islam disebut sujud syukur, ekspresi kegembiraan akan nikmat yang telah Allah berikan kepada tim mereka melalui gol". "Demikianlah Islam mengajarkan kepada umatnya, untuk senantiasa mensyukuri nikmat
yang didapat," jelas Syeikh Abdullah.

Bermula dari rasa penasaran ini, kemudian mereka semakin bersemangat ingin tahu lebih jauh lagi tentang Islam. Maka sporter Timnas Kongo pun semakin banyak bertanya kepada Syeikh Abdullah tentang apa itu Islam dan kewajiban-kewajiban yang ada di dalamnya. Pintu hidayah pun terbuka, setelah merasa mantap, mereka kemudian berbondong-bondong mendatangi
Syeikh, dan mengucapkan dua kalimat syahadat di bawah bimibingan beliau.

Sang Striker
Tak seorang pun menyangkan, apa yang dilakukan Abu Treka telah menjadi pintu hidayah bagi para penikmat bola. Kapten sekaligus mesin gol Timnas Mesir bukan saja membuat kagum penonton yang memenuhi stadion nasional Kinshasa di Kongo kala itu. Dalam pertandingan
sebelumnya, ketika koran Denmark menerbitkan karikatur nabi, selepas mencetak gol Abu Treka melakukan hal yang cukup unik. Ia berlari kegirangan sembari memperlihatkan kaos dalam yang ia kenakan. Kaos itu bertuliskan "nahnu fidaka ya Rasulallah" yang artinya, "Kami siap berkorban untukmu ya Rasulallah".

Dalam pertandingan lainnya, di waktu terjadinya pemboikotan Israel atas muslim di Gaza. Abu Treka juga menunjukkan simpatinya. Kali ini kaos dalam yang ia kenakan bertuliskan "Ta'athufan ma'a Gazza, Sympathize with Gaza". Yang berujung dengan penghapusan foto ekspresi Abu Treka saat itu dari situs Google, karena dianggap kental akan kepentingan
politik.

Yang menarik sekaligus membuat haru, adalah ketika piala Afrika diadakan di Mesir bulan Februari, tahun 2006 lalu. Saat itu Timnas Mesir menjadi juara, setelah sukses mengatasi Pantai Gading melalui drama adu penalti dengan skore 4-2. Selepas menerima piala dari
Presiden Husni Mubarak, Timnas Mesir yang dipimpin Abu Treka itu menuruni podium dan kembali ke lapangan hijau. Kemudian mereka membentuk shaf, dan melakukan sujud syukur bersama. Subhanallah!

Mungkin itu untuk pertama kalinya terjadi dalam sejarah persepakbolaan. Sebuah ekspresi kemenangan yang luar biasa, dan hebatnya itu hanya ada di Mesir.

Rabbunâ yubârik fîkum yâ muntakhab Masr...

Sabtu, 15 November 2008

Musyrik: Manten Kucing di Banyuwangi

Warga Dusun Curahjati, Banyuwangi memiliki tradisi cukup unik. Setiap Jumat legi, mereka menikahkan sepasang kucing. Tradisi ini diyakini bisa menangkal ancaman kekeringan, Jumat (14/11). Demikian berita yang saya kutip dari detik.com

Ini adalah gambaran kesyirikan yang bertebaran di negeri kita. Mata boleh buta, tapi jika hati dan pikiran buta inilah jadinya. Tata cara agama yang diajarkan Allah serasa tidak cukup. Maka perlu mengerjakan ritual yang diajarkan para jin. Akalpun dilepas sejenak. Demi menangkal kekeringan, kucingpun dinikahkan. Dua ekor kucing digendong oleh dua orang dusun tersebut. Entah mereka bertindak sebagai apa, wali atau saksi. Itu tak penting, karena ritual ini juga tak melibatkan akal.

Di sebuah sumber air, mempelai itupun dinikahkan Mbah Martoyo sebagai pemangku adat. Siraman air bunga setaman dan kepulan asap kemenyan menyertai prosesi pernikahan yang disaksikan warga. Kabarnya menikahkan kucing ini dilakukan setiap hari Jum’at Legi.

Ini adalah tantangan para da’i dan ulama untuk mengajarkan akidah Islam lebih gencar lagi. Islam, satu-satunya agama yang diterima disisi Allah, mengajarkan kepada manusia bagaimana menjalani hidup. Karena ini agama Allah, maka cara ibadahnyapun berasal dari Allah. Termasuk ajaran bagaimana seharusnya kita minta pertolongan kepada Allah.

Ya ayyuhalladzina amanus ta’inuu bisshobri wassholat. Inna Allaha ma’ashshobiriin. Mohonlah pertolongan dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar.

Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin. Kepada-Mu kami mengabdi dan kepada-Mu kami mohon pertolongan.

Jadi dengan dekat kepada Allah, dengan sholat, berdoa dan sabar, kita akan mendapatkan pertolongan Allah. Maka mintalah pertolongan itu dengan cara yang patut. Bukan justru mendengar bisikan syetan dengan menikahkan kucing.

Seharusnya malah lihat sekitar. Adakah kemaksiyatan di kampung kita. Karena kemaksiyatan akan mendatangkan azab Allah. Daripada menikahkan kucing, lebih baik menikahkan muda-mudi yang pacaran atau bahkan orang tua yang kumpul kebo.

Kalau solusinya menikahkan kucing.... manusia yang mulia ini akan diketawain setan.

Ihdinashshiratal mustaqiim.

Senin, 29 September 2008

Aku Mau Mencium Aroma Ketaqwaan itu…

(Renungan Detik-Detik Akhir Ramadhan)

Hari ini 29 Ramadhan 1429H.

Berarti sehari lagi Ramadhan menggenapkan kunjungan 30 harinya dalam kehidupan kita saat ini. Karena insya Allah 1 Syawal jatuh pada 1 Oktober 2008.

Apakah yang kita rasakan selama hampir sebulan menjalankan perintah shaum Ramadhan? Allah menjanjikan jika kita shaum ramadhan maka ”la’allakum tattaquun”. Kita akan menjadi orang yang bertaqwa. ”La’alla” adalah harapan yang pasti terjadi, kata sebuah kajian bahasa dan tafsir.

Sekali lagi, apakah kepastian itu terjadi pada kita? Diluar berbagai tingkatan derajat taqwa, apakah kita telah mencium aroma ketaqwaan itu pada diri kita. Saya merasakannya! Dan ini juga ada pada diri Anda. Jika pembaca menjalani shiamurromadhon dengan lurus.

Ini bukan ge-er atau merasa ’sok suci’. Karena saya melihat ciri-cirinya itu ada pada diri para shoimiin.

Mari kita buka mushaf Al Qur’an kita. Buka Surat Ali Imran ayat 133. Mari kita baca ayatnya............... Lalu kita baca artinya:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,

Wow, Alhamdulillah. Subhanallah.

Dengan shaum kita jadi bertaqwa. Dengan taqwa kita mendapatkan ampunan Allah. Tak hanya ampunan. Tapi juga surga seluas langit dan bumi. ... Lupakan rumah tipe 21 di Cikarang. Lupakan rumah tipe 45 di Tangerang, tipe 70 di Bekasi, dan berapapun di manapun di muka bumi ini.

Tapi, benarkan kita telah bertaqwa. Sehingga layak mendapatkan ampunan Allah setelah shaum Ramadhan?

Saya mengamati sebagian besar umat Islam, bergembira menyambut panggilan Allah selama bulan Ramadhan ini. Mereka bersegera menjemput ampunan itu. Masjid penuh. Adzan selalu bersambut. Maghrib, Isya dan Subuh adalah saat-saat yang tiba-tiba menjadi indah di masjid-masjid kita di bulan ini.

Maghrib, mereka tunda makanan enak.
Karena air putih dan beberapa butir kurma sudah cukup melepaskan lapar dahaga. Apalagi ada es buah. Lalu bersegera shalat berjamaah di masjid.

Isya’, lupakan acara TV yang makin kacau dan liberal. Selama bulan Ramadhan ini pasti banyak yang tertinggal alur cerita sinetron. Dan tak merasa rugi! Karena panggilan Allah lebih menarik. Bersegaralah mereka mengisi shaf-shafnya. Sehingga masjid terasa sempit.

Tak hanya shalat Isya’, tarawih dengan bacaan tartil dan tuma’ninah terasa kian indahnya. Membawa mereka mi’raj ke langit Allah. Ceramah tarawihpun menyirami dan menghidupkan kembali pojok-pojok hati yang mulai kering dan layu.

Setelah itu malam-malamnyapun diisi dengan tilawah al Quran. Di masjid maupun di rumah. Demi mengejar target menghatamkan Al Quran. Al Quran menjadi bacaan utama di bulan ini.

Subuh,.... oh subuh yang selama ini sepi masjidku.

Terasa seperti sore hari yang benderang. Bergegas mereka memenuhi seruan sempurna sang muadzin. Wajahnyapun cerah berseri, tak ada gelayut kantuk. Selama ini dua shaf sudah sangat menggembirakan. Kali ini seluruh shaf masjid terisi penuh! Subhanallah.

Mereka bersegera memenuhi panggilan Allah. Melaksanakan perintah-perintah-Nya. Demi mendapatkan ampunannya. Karena bulan ini adalah bulan maghfirah. Ini adalah sebagian tanda-tanda ketaqwaan itu.

Ada lagi!
Saya melihatnya!

Here we go. Baca ayat selanjutnya...... Jangan lupa pula baca pula artinya, kalau kita belum paham bahasa Arab.

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Di bulan ini, kas masjidku melonjak tinggi. Setiap hari 600-700 ribu rupiah mengalir ke dalam kotak amal yang beredar. Rekor tertinggi adalah 935 ribu. Pada tanggal banyak karyawan menerima THR. Subhanallah. Dalam lapang dan sempit mereka berinfak. Bahkan sampai ketika sebagian jamaah mulai pulang kampung, infak yang masuk masih di atas 500 ribu.

Selain itu?

Di bulan ini kehidupan menjadi indah. Karena tak ada lagi amarah yang meledak-ledak. Menahan amarah begitu mudahnya. Islah juga menjadi mudah. Saling paham memudahkan mereka saling memaafkan. Saking indahnya sehingga Allah memuji mereka dengan firmannya Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Ada lagi? Ya. Ciri-ciri ketaqwaan itu ada lagi pada para shoimin. Seperti digambarkan Allah pada ayat selanjutnya. Yaitu ayat 135:

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Oh, subhanallah. Coba saksikan diri kita. Adakah kita yang terbebas dari kesalahan dan mendholimi diri sendiri? Lalu di bulan ini, tiba-tiba kita bersimpuh di masjid-masjid Allah. Banyak mengingat-Nya dan memohon ampunannya.

Asyhadu an laa ilaaha illa Allah
Astaghfirullaah
As’alukal jannata
wa a’uudzubika minannaar.

Terdengar dzikir ini dari masjid tetangga. Lalu di masjid yang lain sayup-sayup terdengar pula:

Allahumma innaka ‘afuwwun
Tuhibbul ‘afwaa fa’fu ‘anna….

Rasanya tidak ada shoimin yang tidak mohon ampun pada bulan ini. Sealim apapun ia. Karena saat ini Allah justru terasa sangat dekat. Karena saat ini level kualitas ruhiyah kita berada pada derajat optimal. Berada pada frekuensi yang sama dengan ’frukuensi’ ilahiyah.

Ampunan dimohonkan. Pasti karena kesadaran akan kesalahan yang telah dilakukan. Salah meniti jalan yang menyimpang. Salah berfikir dan menafsir ayat-ayat Allah. Salah menempatkan arogansi pribadi di atas firman-Nya. Salah mengkotak-kotakkan area kekuasaan. Di mana ada kotak kekuasaan manusia. Dan di kotak lain ada kekuasaan Allah.

Tiba-tiba kini terasa dengan kesadaran fitrahnya: Bahwa semua kotak itu ada dalam genggaman kekuasaan Allah Azza Wa Jalla.

Maka di samping mohon ampun atas segala dosa, para shoimin berjanji di dalam lubuk hati terdalam: mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu di bulan-bulan selanjutnya.

Benar kan saya tidak ge-er? Aroma ketaqwaan itu telah ada pada diri kita. Para shoimin.

Semoga, dengan terus menjaga ma’iyatullah, kebersamaan dengan Allah, kita mampu mempertahankan ketaqwaan itu di bulan-bulan selanjutnya. Hingga Ramadhan tahun depan. ..... Atau ..... hingga ajal menjelang.

[Dalam hatiku sayup terdengar firman Allah

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran : 102)]

Amiin.............

Cikarang Baru, 29 Ramadhan 1429 H/ 29 September 2008

Choirul Asyhar, Islamic Motivation