Sabtu, 27 Desember 2008

Haji, Kamu Mampu!

Oleh Choirul Asyhar

Teman-teman yang sebulan lalu berangkat haji kini sudah bersiap siap pulang. Wow, pasti mereka senang sekali sebentar lagi bertemu keluarga dan kerabat di tanah air. Selain melepas rindu, mereka juga senang karena telah selesai melaksanakn rukun Islam ke lima ini. Wow, senang sekali menjadi orang yang berkemampuan menunaikan ibadah haji ini.

Ya, rukun Islam yang kelima adalah melaksanakan ibadah haji jika mampu.

Dari Umar bin Khottob r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat, menunaikan zakat, shaum Ramadhan, dan engkau berhaji ke Baitullah, jika engkau mampu.
(HR. Muslim)

Membaca hadist di atas ada dua cara orang membacanya:
Pertama, karena saya belum mampu maka saya tidak wajib melaksanakan ibadah haji. Nanti kalau saya mampu maka saya dikenai kewajiban haji itu. Sekarang belum. Ada ‘rukhsyah’ untuk tidak melaksanakannya karena saya masih belum berkemampuan.
Jika membacanya demikian, maka akan muncul permakluman-permakluman diri yang lain. Seperti:
“Saya kan cuma buruh pabrik, mana mungkin bisa melaksanakan haji. Setiap bulan gaji pas-pasan untuk hidup, sekolah anak-anak dan lain-lain kebutuhan rumah tangga.”

Atau “Saya masih banyak hutang. Setiap bulan harus bayar angsuran rumah, motor, hape, panci, karpet, dan lain-lain.”

Atau pula “Kayaknya harus dapat rejeki nomplok nih, baru saya bisa naik haji.”
Atau “Pokoknya kalau dapat undian berhadiah mobil saya akan jual untuk ongkos naik haji.”

Ada juga, “wah, mana mungkin? Saya tidak punya sawah untuk dijual bakal ONH.”

Kalau terus didengarkan makin banyak lagi alasan-alasan yang justru melemahkan diri untuk justru menjadikannya orang yang tidak mampu berhaji. Padahal kalau ditanya mau nggak sih dia haji, pasti jawabannya “Mau dong, siapa yang nggak pengen?”

Pengen adalah cita-cita. Cita-cita adalah dream. Anak kecil jika ingin mainan bisa termimpi-mimpi untuk mendapatkannya. Sampai tidurnya mengigau menyebut-nyebut nama mainan itu. Ketika bangun tidur, merengek lagi kepada ayah ibunya agar dibelikan mainan itu.

Kalau kita pengen haji, mestinya juga demikian. Termimpi-mimpi saat tidur, lalu bekerja keras saat terbangun. Demi tercapainya cita-cita itu. Bukan sebaliknya melemahkan diri kedalam ketidakmampuan itu. Jika demikian, maka benarlah bahwa keinginannya untuk berhaji tak bakal terwujud karena dia selalu menenggelamkan dirinya dalam kelompok orang yang tak mampu. Sehingga tidak perlu pergi haji.

Itu adalah cara pertama. Bagaimana dengan cara kedua membaca hadis itu?
“Ini adalah rukun Islam, saya harus jadi orang mampu. Agar saya bisa berhaji!”
“Rukhsah bagi yang tak mampu itu, biar untuk orang lain saja. Saya harus mampu!”

Lalu targetkan kapan bisa naik haji. Kalau untuk rumah seharga 50 juta berani mencicil 10-15 tahun, kenapa tidak mencoba mencicil ONH? Ayo, ambil kalkulator. Masukkan angka 70 juta untuk ongkos haji suami-istri 10 tahun yang akan dating. Bagi dengan 10, maka itu berarti kita harus menabung 7 juta per tahun. Bagi lagi dengan 12. Itu berarti kita harus menyisihkan Rp. 584 ribu per bulan. Jika gaji kita 3 juta per bulan berarti dengan menyisihkan 20% setiap bulan, kita akan berkemampuan berhaji tahun 2018 nanti. Sambil berdoa semoga nilai rupiah tidak terus terdepresiasi terhadap dollar.

Kalau nilai ini dianggap terlalu besar, mari kita bikin urutan prioritas pengeluaran bulanan. Coret yang tidak perlu. Coret yang tidak akan membuat kita mati tanpanya. Coret yang justru membuat kita sakit jasmani dan rohani. Apa yang masuk criteria itu?
Banyak. Misalnya rokok yang merusak jasmani kita. Bioskop yang merusak kantong dan rohani kita. Jalan-jalan ke mall yang menyuburkan sifat konsumerisme dan hedonisme. Kurangi jajan, karena istri telah memasak di rumah. Kurangi jajan hanya karena hobbi. Misalnya makan bakso atau duren. Jadikan makan karena butuh, bukan karena nafsu. Kurangi memanjakan anak dengan jajanan tak bergizi dan menyuburkan penyakit. Yang menyebabkan biaya pengobatan membengkak dan tak dikover asuransi.

Kalau istiqomah dan terus berdoa kepada Allah niscaya Allah akan menguatkan niat kita menuju berkemampuan itu.

Labbaikallahumma labbaik
Labbaika laa syarika laka labbbaik
Innal hamda wanni’mata
Laka walmulk
Laa syariikalak.

Cikarang Baru, 28 Dhulhijjah 2008/26 Desember 2008

Sabtu, 29 November 2008

Sujud Syukur

Tulisan di bawah ini tidak membahas fikih ataupun tatacara sujud syukur. Yaitu sujud kepada Allah setiap kita menerima kenikmatannya.

Tulisan ini adalah berisi tentang praktek sujud syukur yang dilakukan oleh hamba Allah, yang tak malu-malu mengekspresikan kesyukurannya dengan cara islami. Tak tanggung-tanggung, di dalam lapangan bola dalam pertandingan berskala internasional. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Muhammad Syarief, Mahasiswa Pascasarjana AOU, Kairo. http://eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/straiker-timnas-mesir-berdakwah-dari-lapangan-hijau.htm

Striker Mesir, Berdakwah di Lapangan Hijau

Siapa bilang hanya seorang berprofesi ustaz saja yang mampu berdakwah. Di Mesir, seorang striker bola papan atas pun bisa berdakwah melalui lapangan hijaunya. Nama pemain ujung tombak timnas negeri Musa itu adalah Muhammad Abu Treka. Berulangkali ekspresi kegembiraannya setelah mencetak gol menyedot perhatian publik, dan hebatnya keunikan ini hanya datang dari Timnas Mesir.

Salah satu situs Islam terdepan di dunia arab, Islamonline memberitakan dahsyatnya dakwah sang striker. Abu Treka, demikian panggilan akrab beliau. Setiap berhasil menyarangkan bola di gawang lawan, ia mengekspresikan rasa syukurnya dengan sujud. Tanpa sungkan ia
berlari gembira ke tepi lapangan dan bersujud di sana. Hal yang sama diikuti oleh rekan timnya yang lain. Sungguh pemandangan yang mengharukan.

Terlepas dari diterima atau tidaknya sujud syukur sang kapten, karena celana bola yang ia kenakan tak sampai menutup lutut, namun paling tidak, ia mampu memikat para penonton khususnya mereka yang non muslim. Seperti pertandingan putaran pertama seleksi piala dunia 2010, yang memperetemukan Mesir dan Kongo pada tanggal 7 September lalu. Abu
Treka kembali sukses mencetak gol, dan seperti biasa, ia wujudkan rasa syukur itu dengan sujud. Warga Kongo yang menjadi tuan rumah pada pertandingan itu terdiam dan bingung, apa yang sedang dilakukan si mesin gol dari Timnas Mesir itu?

Seorang Mufti Kongo bernama Syeikh Abdullah Mangala Luaba bertutur tentang dakwah sang kapten dari pertandingan itu. Mufti ini mengatakan, bahwa sujud yang dilakukan Abu Treka dan teman-temannya se-tim setelah mencetak gol, sungguh menarik perhatian para penonton di negerinya.

"Kekaguman itu telihat setelah pertandingan usai, kami didatangi oleh para penonton yang menanyakan sebab Timnas Mesir bersujud seperti itu", cerita Syeikh Abdullah. Beliau kemudian menjawab pertanyaan mereka, "Itu dalam Islam disebut sujud syukur, ekspresi kegembiraan akan nikmat yang telah Allah berikan kepada tim mereka melalui gol". "Demikianlah Islam mengajarkan kepada umatnya, untuk senantiasa mensyukuri nikmat
yang didapat," jelas Syeikh Abdullah.

Bermula dari rasa penasaran ini, kemudian mereka semakin bersemangat ingin tahu lebih jauh lagi tentang Islam. Maka sporter Timnas Kongo pun semakin banyak bertanya kepada Syeikh Abdullah tentang apa itu Islam dan kewajiban-kewajiban yang ada di dalamnya. Pintu hidayah pun terbuka, setelah merasa mantap, mereka kemudian berbondong-bondong mendatangi
Syeikh, dan mengucapkan dua kalimat syahadat di bawah bimibingan beliau.

Sang Striker
Tak seorang pun menyangkan, apa yang dilakukan Abu Treka telah menjadi pintu hidayah bagi para penikmat bola. Kapten sekaligus mesin gol Timnas Mesir bukan saja membuat kagum penonton yang memenuhi stadion nasional Kinshasa di Kongo kala itu. Dalam pertandingan
sebelumnya, ketika koran Denmark menerbitkan karikatur nabi, selepas mencetak gol Abu Treka melakukan hal yang cukup unik. Ia berlari kegirangan sembari memperlihatkan kaos dalam yang ia kenakan. Kaos itu bertuliskan "nahnu fidaka ya Rasulallah" yang artinya, "Kami siap berkorban untukmu ya Rasulallah".

Dalam pertandingan lainnya, di waktu terjadinya pemboikotan Israel atas muslim di Gaza. Abu Treka juga menunjukkan simpatinya. Kali ini kaos dalam yang ia kenakan bertuliskan "Ta'athufan ma'a Gazza, Sympathize with Gaza". Yang berujung dengan penghapusan foto ekspresi Abu Treka saat itu dari situs Google, karena dianggap kental akan kepentingan
politik.

Yang menarik sekaligus membuat haru, adalah ketika piala Afrika diadakan di Mesir bulan Februari, tahun 2006 lalu. Saat itu Timnas Mesir menjadi juara, setelah sukses mengatasi Pantai Gading melalui drama adu penalti dengan skore 4-2. Selepas menerima piala dari
Presiden Husni Mubarak, Timnas Mesir yang dipimpin Abu Treka itu menuruni podium dan kembali ke lapangan hijau. Kemudian mereka membentuk shaf, dan melakukan sujud syukur bersama. Subhanallah!

Mungkin itu untuk pertama kalinya terjadi dalam sejarah persepakbolaan. Sebuah ekspresi kemenangan yang luar biasa, dan hebatnya itu hanya ada di Mesir.

Rabbunâ yubârik fîkum yâ muntakhab Masr...

Sabtu, 15 November 2008

Musyrik: Manten Kucing di Banyuwangi

Warga Dusun Curahjati, Banyuwangi memiliki tradisi cukup unik. Setiap Jumat legi, mereka menikahkan sepasang kucing. Tradisi ini diyakini bisa menangkal ancaman kekeringan, Jumat (14/11). Demikian berita yang saya kutip dari detik.com

Ini adalah gambaran kesyirikan yang bertebaran di negeri kita. Mata boleh buta, tapi jika hati dan pikiran buta inilah jadinya. Tata cara agama yang diajarkan Allah serasa tidak cukup. Maka perlu mengerjakan ritual yang diajarkan para jin. Akalpun dilepas sejenak. Demi menangkal kekeringan, kucingpun dinikahkan. Dua ekor kucing digendong oleh dua orang dusun tersebut. Entah mereka bertindak sebagai apa, wali atau saksi. Itu tak penting, karena ritual ini juga tak melibatkan akal.

Di sebuah sumber air, mempelai itupun dinikahkan Mbah Martoyo sebagai pemangku adat. Siraman air bunga setaman dan kepulan asap kemenyan menyertai prosesi pernikahan yang disaksikan warga. Kabarnya menikahkan kucing ini dilakukan setiap hari Jum’at Legi.

Ini adalah tantangan para da’i dan ulama untuk mengajarkan akidah Islam lebih gencar lagi. Islam, satu-satunya agama yang diterima disisi Allah, mengajarkan kepada manusia bagaimana menjalani hidup. Karena ini agama Allah, maka cara ibadahnyapun berasal dari Allah. Termasuk ajaran bagaimana seharusnya kita minta pertolongan kepada Allah.

Ya ayyuhalladzina amanus ta’inuu bisshobri wassholat. Inna Allaha ma’ashshobiriin. Mohonlah pertolongan dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar.

Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin. Kepada-Mu kami mengabdi dan kepada-Mu kami mohon pertolongan.

Jadi dengan dekat kepada Allah, dengan sholat, berdoa dan sabar, kita akan mendapatkan pertolongan Allah. Maka mintalah pertolongan itu dengan cara yang patut. Bukan justru mendengar bisikan syetan dengan menikahkan kucing.

Seharusnya malah lihat sekitar. Adakah kemaksiyatan di kampung kita. Karena kemaksiyatan akan mendatangkan azab Allah. Daripada menikahkan kucing, lebih baik menikahkan muda-mudi yang pacaran atau bahkan orang tua yang kumpul kebo.

Kalau solusinya menikahkan kucing.... manusia yang mulia ini akan diketawain setan.

Ihdinashshiratal mustaqiim.

Senin, 29 September 2008

Aku Mau Mencium Aroma Ketaqwaan itu…

(Renungan Detik-Detik Akhir Ramadhan)

Hari ini 29 Ramadhan 1429H.

Berarti sehari lagi Ramadhan menggenapkan kunjungan 30 harinya dalam kehidupan kita saat ini. Karena insya Allah 1 Syawal jatuh pada 1 Oktober 2008.

Apakah yang kita rasakan selama hampir sebulan menjalankan perintah shaum Ramadhan? Allah menjanjikan jika kita shaum ramadhan maka ”la’allakum tattaquun”. Kita akan menjadi orang yang bertaqwa. ”La’alla” adalah harapan yang pasti terjadi, kata sebuah kajian bahasa dan tafsir.

Sekali lagi, apakah kepastian itu terjadi pada kita? Diluar berbagai tingkatan derajat taqwa, apakah kita telah mencium aroma ketaqwaan itu pada diri kita. Saya merasakannya! Dan ini juga ada pada diri Anda. Jika pembaca menjalani shiamurromadhon dengan lurus.

Ini bukan ge-er atau merasa ’sok suci’. Karena saya melihat ciri-cirinya itu ada pada diri para shoimiin.

Mari kita buka mushaf Al Qur’an kita. Buka Surat Ali Imran ayat 133. Mari kita baca ayatnya............... Lalu kita baca artinya:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,

Wow, Alhamdulillah. Subhanallah.

Dengan shaum kita jadi bertaqwa. Dengan taqwa kita mendapatkan ampunan Allah. Tak hanya ampunan. Tapi juga surga seluas langit dan bumi. ... Lupakan rumah tipe 21 di Cikarang. Lupakan rumah tipe 45 di Tangerang, tipe 70 di Bekasi, dan berapapun di manapun di muka bumi ini.

Tapi, benarkan kita telah bertaqwa. Sehingga layak mendapatkan ampunan Allah setelah shaum Ramadhan?

Saya mengamati sebagian besar umat Islam, bergembira menyambut panggilan Allah selama bulan Ramadhan ini. Mereka bersegera menjemput ampunan itu. Masjid penuh. Adzan selalu bersambut. Maghrib, Isya dan Subuh adalah saat-saat yang tiba-tiba menjadi indah di masjid-masjid kita di bulan ini.

Maghrib, mereka tunda makanan enak.
Karena air putih dan beberapa butir kurma sudah cukup melepaskan lapar dahaga. Apalagi ada es buah. Lalu bersegera shalat berjamaah di masjid.

Isya’, lupakan acara TV yang makin kacau dan liberal. Selama bulan Ramadhan ini pasti banyak yang tertinggal alur cerita sinetron. Dan tak merasa rugi! Karena panggilan Allah lebih menarik. Bersegaralah mereka mengisi shaf-shafnya. Sehingga masjid terasa sempit.

Tak hanya shalat Isya’, tarawih dengan bacaan tartil dan tuma’ninah terasa kian indahnya. Membawa mereka mi’raj ke langit Allah. Ceramah tarawihpun menyirami dan menghidupkan kembali pojok-pojok hati yang mulai kering dan layu.

Setelah itu malam-malamnyapun diisi dengan tilawah al Quran. Di masjid maupun di rumah. Demi mengejar target menghatamkan Al Quran. Al Quran menjadi bacaan utama di bulan ini.

Subuh,.... oh subuh yang selama ini sepi masjidku.

Terasa seperti sore hari yang benderang. Bergegas mereka memenuhi seruan sempurna sang muadzin. Wajahnyapun cerah berseri, tak ada gelayut kantuk. Selama ini dua shaf sudah sangat menggembirakan. Kali ini seluruh shaf masjid terisi penuh! Subhanallah.

Mereka bersegera memenuhi panggilan Allah. Melaksanakan perintah-perintah-Nya. Demi mendapatkan ampunannya. Karena bulan ini adalah bulan maghfirah. Ini adalah sebagian tanda-tanda ketaqwaan itu.

Ada lagi!
Saya melihatnya!

Here we go. Baca ayat selanjutnya...... Jangan lupa pula baca pula artinya, kalau kita belum paham bahasa Arab.

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Di bulan ini, kas masjidku melonjak tinggi. Setiap hari 600-700 ribu rupiah mengalir ke dalam kotak amal yang beredar. Rekor tertinggi adalah 935 ribu. Pada tanggal banyak karyawan menerima THR. Subhanallah. Dalam lapang dan sempit mereka berinfak. Bahkan sampai ketika sebagian jamaah mulai pulang kampung, infak yang masuk masih di atas 500 ribu.

Selain itu?

Di bulan ini kehidupan menjadi indah. Karena tak ada lagi amarah yang meledak-ledak. Menahan amarah begitu mudahnya. Islah juga menjadi mudah. Saling paham memudahkan mereka saling memaafkan. Saking indahnya sehingga Allah memuji mereka dengan firmannya Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Ada lagi? Ya. Ciri-ciri ketaqwaan itu ada lagi pada para shoimin. Seperti digambarkan Allah pada ayat selanjutnya. Yaitu ayat 135:

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Oh, subhanallah. Coba saksikan diri kita. Adakah kita yang terbebas dari kesalahan dan mendholimi diri sendiri? Lalu di bulan ini, tiba-tiba kita bersimpuh di masjid-masjid Allah. Banyak mengingat-Nya dan memohon ampunannya.

Asyhadu an laa ilaaha illa Allah
Astaghfirullaah
As’alukal jannata
wa a’uudzubika minannaar.

Terdengar dzikir ini dari masjid tetangga. Lalu di masjid yang lain sayup-sayup terdengar pula:

Allahumma innaka ‘afuwwun
Tuhibbul ‘afwaa fa’fu ‘anna….

Rasanya tidak ada shoimin yang tidak mohon ampun pada bulan ini. Sealim apapun ia. Karena saat ini Allah justru terasa sangat dekat. Karena saat ini level kualitas ruhiyah kita berada pada derajat optimal. Berada pada frekuensi yang sama dengan ’frukuensi’ ilahiyah.

Ampunan dimohonkan. Pasti karena kesadaran akan kesalahan yang telah dilakukan. Salah meniti jalan yang menyimpang. Salah berfikir dan menafsir ayat-ayat Allah. Salah menempatkan arogansi pribadi di atas firman-Nya. Salah mengkotak-kotakkan area kekuasaan. Di mana ada kotak kekuasaan manusia. Dan di kotak lain ada kekuasaan Allah.

Tiba-tiba kini terasa dengan kesadaran fitrahnya: Bahwa semua kotak itu ada dalam genggaman kekuasaan Allah Azza Wa Jalla.

Maka di samping mohon ampun atas segala dosa, para shoimin berjanji di dalam lubuk hati terdalam: mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu di bulan-bulan selanjutnya.

Benar kan saya tidak ge-er? Aroma ketaqwaan itu telah ada pada diri kita. Para shoimin.

Semoga, dengan terus menjaga ma’iyatullah, kebersamaan dengan Allah, kita mampu mempertahankan ketaqwaan itu di bulan-bulan selanjutnya. Hingga Ramadhan tahun depan. ..... Atau ..... hingga ajal menjelang.

[Dalam hatiku sayup terdengar firman Allah

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran : 102)]

Amiin.............

Cikarang Baru, 29 Ramadhan 1429 H/ 29 September 2008

Choirul Asyhar, Islamic Motivation

Kamis, 21 Agustus 2008

Ketika Ramadhan Datang .......


Saudaraku, Ramadhan sebentar lagi tiba. Ada tiga kelompok muslimin dalam menyikapi kehadirannya. Sekelompok tidak perduli. Dingin-dingin saja. Sekelompok terkaget-kaget mendengar kehadirannya. Dan sekelompok lagi menyiapkannya dengan suka hati.

Yang tak peduli, menganggapnya biasa-biasa saja. Bahkan tak mau tahu ibadah apa yang patut dilaksanakannya di dalamnya. Yang terkaget-kaget, karena tak suka akan banyaknya aturan yang bakal membatasi tingkah lakunya. Bahkan tingkah laku yang tadinya halal sekalipun. Yang suka hati adalah yang merasakan kenikmatannya pada Ramadhan tahun lalu, dan berkeinginan mengulanginya. Bahkan memperbaiki kekurangsempurnaan amalnya tahun lalu.

Semoga kita termasuk ke dalam kelompok yang menyambutnya dengan suka hati. Bagi yang tidak peduli dan terkaget-kaget terpaksa menerima kehadiran Ramadhan, mari kita pelajari mengapa sekelompok orang itu bersuka cita menyambutnya.

Bagi yang bergembira menyambutnyapun, tak ada salahnya kalau membaca kembali alasannya bersuka cita. Sebagai recharge kesiapan ruhiyah dalam menjalaninya nanti. Dengan membacanya insya Allah terbayang kembali bagaimana Rasulullah mengajarkan persiapan matang. Karena bukankah kita telah bertekat: kekurangsempurnaan ibadah Ramadhan kita tahun lalu akan kita perbaiki pada tahun ini? Insya Allah. Atas izin-Nya kita bakal melaksanakan ibadah Ramadhan tahun ini lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya.

Saudaraku, ayo jadikan Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan terbaik kita. Karena kita tidak tahu apakah tahun depan kita bisa menikmatinya kembali. Jangan tunda tahun depan. Karena pasti di antara kita tak ada yang siap untuk menyesal di akhirat nanti.

Kita pasti tidak ingin mengalami nasib yang sama dengan orang kafir yang menyesal di hari pembalasan nanti. Seperti yang digambarkan dalam firman Allah dalam surat An Naba’ ayat 40. Mari kita buka mushaf Al Quran yang telah lama kita miliki. Bacalah dan hayati maknanya:

Sungguh Kami telah memperingatkan kepadamu (orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: ”Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”.

Saudaraku, tentu kita bukanlah orang kafir seperti yang disampaikan Allah dalam ayat di atas. Tapi, firman Allah ini tetap dapat menjadi cermin bagi kita. Bahwa kalau kita terlambat dalam merespon ajakan ajaran agama kita apa lagi sampai tak perduli dengan apa yang kita perbuat di dunia ini, bisa jadi kita akan menghadapi penyesalan yang sama. Lalu kita nyeletuk, ”aduuh... enakan kita jadi tanah saja....” Ya. Tanah adalah benda mati, yang tak akan dimintai pertanggungjawaban apapun di akhirat nanti.

Tetapi... kita ini manusia. Sebagai ciptaan terbaik. Diberi perangkat lengkap oleh Allah untuk menangkap dan berusaha maksimal melaksanakan semua perintah-Nya dan meninggalkan hal-hal yang dilarang. Diberi kitab suci dan kemampuan membacanya. Diberi penglihatan dan kemampuan mencermatinya. Diberi pendengaran dan kemampuan mendengar seruan-Nya. Dan diberi hati untuk menasihati diri kita sendiri.

Maka semua perbuatan kita akan dimintai pertanggungjawaban. Ada konsekuensi dari setiap langkah yang kita pilih. Karena kita bukan tanah. Meskipun orang yang menyesal nanti sangat ingin menjadi tanah saja.

Ayo, mari kita sambut kedatangan Ramadhan dengan suka cita. Bentangkan spanduk: Marhaban Ya Ramadhan.

Tapi yang lebih penting lagi: Bentangkan keihlasan hati menerimanya. Siapkan ilmunya. Sambut dengan kegembiraan seluas-luasnya. Lebih luas dari total seluruh spanduk yang dibentang di seluruh jalan raya...

(Dikutip dari buku ”Rahasia Kenapa Harus Merindukan Ramadhan” oleh Choirul Asyhar, Sya’ban 1429H)

Kamis, 12 Juni 2008

Menghargai Kehidupan

Berita pembunuhan di televisi benar-benar membuat kita geleng-geleng kepala. Betapa tidak, sebab yang sepele bisa mendorong seseorang membunuh. Bahkan ada seorang ibu yang membunuh anak-anaknya tanpa sebab yang jelas. Sampai ketika ditangkappun, jawabannya juga tidak jelas. Gara-gara uang beberapa ribu rupiah, dua sahabat bisa saling bunuh. Apakah benar ini karena uang beberapa rupiah itu, atau ada sebab lain. Tak jelas.

Berbagai permasalahan hidup banyak mendedah kita. Juga godaan materialisme, membuat kehidupan ini semakin sulit dijalani. Keinginan seakan menjadi kebutuhan. Kebutuhan tersier berubah menjadi kebutuhan primer. Seorang anak SMP tidak mau sekolah gara-gara dikatain HP-nya kuno. Sementara teman-temannya menggenggam HP keluaran terbaru. Orang tua siswa menjemput anaknya dengan mobil mewah, padahal SPP-nya sudah enam bulan nunggak.

Penempatan skala prioritas yang jungkir balik, membuat seseorang tidak bisa menikmati hidup. Merasa serba kekuarangan, sementara nikmat hidup yang di tangan tak pernah disyukuri. Melihat rumput rumah tetangga lebih hijau dan indah daripada rumah sendiri. Istri teman tampak lebih cantik daripada istri di rumah yang belasan tahun setia menunggu dan mengasuh anak-anaknya penuh kasih sayang.

Merasa teman sendiri lebih beruntung daripada diri sendiri, sehinggi iri dan dengki sesak memenuhi dadanya. Kebahagiaan tetangga seakan sengaja dipertontonkan untuk memanas-manasi hatinya. Sehingga seperti kata Imam Ghazali, ”sedih melihat orang senang, dan senang melihat orang sedih.”

Ketika sekelompok orang kafir melecehkan Nabi Muhammad SAW, sekelompok orang Islam tenang-tenang saja. Dengan dalih kemuliaan Islam tak bakalan runtuh oleh olok-olok orang kafir. Jadi Islam tidak perlu dibela. Tapi ketika sekelompok orang Islam berdakwah dan menyinggung perilaku seorang Kyai yang dinilai buruk, maka pengikut Kyai itu marah membalas dendam berlebihan. Seakan saudara sesama muslim itu telah berubah menjadi musuh bebuyutan.

Salah melihat mana musuh mana teman, membuat hati keras seperti batu. Semangat menghabisi musuh –yang sebenarnya adalah saudara seiman- melebihi semangat jihad membela kemuliaan Islam.

Jika terjadi konflik horizontal sesama muslim apakah malaikat bingung mana yang mati syahid mana yang sangit. Mana yang pantas beroleh surga yang dijanjikan, mana yang tidak?

Tidak! Tidak serumit itu, karena Rasulullah pernah bersabda bahwa sesama muslim yang saling bunuh, maka yang membunuh maupun yang terbunuh sama-sama masuk neraka.

Sementara hukumnya sudah ditegaskan oleh Rasulullah, si pembunuh biasanya masih bingung kenapa ia akhirnya jadi pembunuh. Ketika di dalam penjara, sering penyesalanpun timbul. Pengakuan bahwa ia diperkuda hawa nafsupun terungkap. Gelap mata dan kesadaran hilang sering menjadi kambing congek hitam.

Sementara si terbunuh kalau bisa ditanya kemungkinan besar dia mengatakan entahlah kenapa dia bisa sekalap itu. Apa salah saya?

Dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah R.A, dikatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda: ”Demi Allah yang nyawaku dalam kuasa-Nya, kelak akan datang suatu masa dimana seorang pembunuh tidak tahu untuk apa ia membunuh, sedang korban yang tewas tidak tahu pula karena apa ia dibunuh.” (HR Muslim)

Maka tidak ada jalan lain. Mari kita kembali ke jalan Allah, kita jauhkan sifat kecintaan kepada dunia berlebihan yang menjadi akar segala masalah. Cinta dunia membuat kita takut mengahadapi kematian. Cinta dunia mendorong kita melakukan apapun saja demi kenikmatan dunia yang banyak dijajakan di berbagai media. Kecintaan dunia mendoktrin kita, bahwa tanpa menggenggam semua kenikmatan dunia kita berada di jurang kegagalan yang hina dina.

Cinta dunia membuat kita terombang ambing tak menentu. Arah tujuan hidup yang jelas mengharap keridhaan Allah menjadi kabur. Harga kehidupan menjadi murah. Dengan menjual prinsip-prinsip kehidupan, kemewahanpun berpindah tangan.

Keteladanan memegang prinsip kehidupan telah dicontohkan oleh Sayyid Qutb rahimahullah. Ketika tegar berdiri ditiang gantungan, beliau berpesan kepada calon penjagalnya, bahwa demi kalimat laa ilaaha illallah beliau rela mati, sementara sang algojo meremehkan kalimat laa ilaaha illallah demi mendapatkan kehidupannya.

Senada dengan hal di atas seorang ulama Indonesia, KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah juga pernah berpesan ”Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”

.......... Subhanallah, dimanapun kita berada.... Oh, mata kita sering menderita myopi –rabun jauh- ketika harus memandang jauh ke akhirat.

Wallahu’alam bisshawab

Choirul Asyhar

Cikarang Baru, 7 Mei 2008

Selasa, 27 Mei 2008

Kebaikan Dunia Akhirat

(Satu dari 2 tulisan)

Setiap hari pasti kita tak pernah lupa berdoa untuk kebaikan dunia dan akhirat kita. Doanya: ”Rabbanaa atinaa fiddunyaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, waqina ’adzaabannaar”. Insya Allah semua orang Islam hafal do’a ini. Bahkan anak TPA usia pra TK pun.

Kalau ditanya bagaimana wujud kebaikan di dunia dan akhirat itu, pasti setiap orang memiliki jawaban yang bermacam-macam. Biasanya tergantung situasi dan kondisi yang sedang dialaminya saat ini.

Kalau didata jawaban-jawaban itu, maka akan kita dapatkan resumenya sebagai berikut:

Bahagia di dunia

1. Mahabbatullah (Dicintai Allah)

Bentuk kebahagiaan di dunia yang pertama adalah mahabbatullah (dicintai Allah). Bayangkan dicintai keluarga saja kita senangnya bukan main. Memiliki keluarga yang saling mencintai serasa kebahagiaan ada di tangan. Apalagi dicintai tetangga kanan kiri. Ketika kita absen dari sholat berjamaah, ada yang menanyakan keberadaan kita. Ketika kita keluar kota, ada saja tetangga yang kangen. Wah, bahagia rasanya.

Lalu bagaimana jika kita dicintai oleh masyarakat se RT, se RW, sekampung, sedesa, sekecamatan, sekabupaten, sepropinsi, senegara? Ini sangat didambakan para caleg dan cabup, cagub apalagi capres. Karena kecintaan rakyat adalah dukungan pada bilik suara nanti.

Lalu apapula yang terjadi jika kecintaan itu datangnya dari Allah Rab semesta alam? Adakah kita pernah mendambakannya sebagaimana kita mendambakan cinta rakyat bagi calon pimpinannya? Padahal cinta Allah adalah kebahagiaan di dunia yang tak ada tandingannya. Kalau cinta rakyat adalah dukungan bagi pemimpin, maka cinta Allah adalah dukungan yang tak tergoyahkan.

Dengan cinta Allah kepada kita akan menjadi semangat tersendiri untuk kita menempuh segala jalan kebaikan. Atas ruh cinta Allah kita akan menjadi santun kepada sesama mukmin, dan tegas terhadap setiap pengingkaran dan penyimpangan. Tak ada rasa takut berjuang membela kebenaran hakiki. Tak gentar oleh celaan orang-orang yang bisanya cuma mengritik dan mencela.[1]

2. Rahmatullah (Dirahmati Allah)

Harta banyak, jabatan tinggi, dihormati masyarakat, istri cantik, anak-anak yang sehat, ganteng dan cantik, tak terasana nikmatnya jika kehidupan kita tak dilingkupi rahmat Allah. Mendapatkan rahmat Allah adalah dambaan setiap muslim.

Rahmat Allah adalah kasih sayangnya dengan bentuknya yang beraneka ragam. Misalnya kita mendapatkan pertolongan Allah di dunia ini dikarenakan kita sering menolong sesama dari kesulitannya. Allah menutup aib-aib kita karena kita enggan mengumbar aib sesama mukmin.[2]

Sering kita mendapatkan rizki yang tak terduga-duga datangnya ketika dalam kondisi sangat membutuhkannya, sementara kita tak tahu lagi harus berbuat apa. Allah tiba-tiba menurunkan bantuannya, karena kita pernah melakukan pertolongan kepada manusia beberapa waktu yang lalu. Ini adalah rahmat Allah.

Rahmat itu juga turun dalam bentuk ketentraman hati dan doa para malaikat ketika kita duduk dalam majlis ilmu yang dibacakan Al Quran di dalamnya. Oh, siapa yang tidak bahagia menerima rahmat Allah ini. Oh siapa yang tak sudi mengejar-ngejar rahmat Allah ini, sementara setiap saat dia berdoa untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat?

3. Hidayatullah (Hidayah Allah)

Ketika aliran listrik tiba-tiba mati di rumah kita, pasti kita kelabakan mencari sumber cahaya. Sumber cahaya apa saja yang bisa menjadi petunjuk jalan menuju lemari tempat kita menyimpan lilin. Ada yang menyalakan korek api yang tersimpan di saku celana. Ada yang menyalakan senter di handphone. Ada yang berjalan sambil meraba-raba jalan ke arah dapur, menjadikan kulit tangannya yang penuh dengan syaraf perabanya sebagai petunjuk.

Ketika lilin itu berhasil dinyalakan, kebahagiann itu muncul. Cahaya lilin yang kecil menerangi kegelapan yang membutakan. Maka pasti tidak ada seorangpun dimuka bumi ini yang menolak hidayah Allah jika dia mengetahui fungsinya. Hidayah Allah sangat dibutuhkan untuk memahami makna kehidupannya di dunia ini. Tanpa hidayah Allah, kita tak tahu arah. Berjalan melaju kencang dan jauh, tapi ternyata justru lari dari tujuan yang benar. Dengan hidayah Allah kita bisa memanfaatkan usia kita lebih efisien dan efektif menuju kehidupan yang baik dan diridhoi-Nya. Sebagai bekal bagi kehidupan selanjutnya di Akhirat.

Diutusnya Rasulullah SAW adalah dalam rangka menunjukkan jalan-Nya yang lurus dan benar. Jalan menuju kembali kepada-Nya di rumah kehidupan yang lebih baik dan kekal.[3]

4. Al Izzah (Kemuliaan)

Kebahagiaan di dunia juga diwujudkan dalam bentuk kemuliaan di mata manusia dalam koridor keridhaan Allah. Banyak kasus seseorang dipandang mulia ketika berkedudukan tinggi dan menguasai kekayaan materi yang sangat banyak. Masyarakat menilainya sebagai orang yang berhasil. Tetapi ketika terkuak aibnya berupa skandal seks, kehinaannya meminta-minta komisi dan pemalakan liar terhadap bisnis orang lain, kemuliaan itu seketika runtuh dari sekujur tubuhnya. Apalagi ketika KPK menyeretnya dalam sidang-sidang Tipikor.

Jika demikian, maka pasti kebahagiaan di dunia yang kita dambakan adalah kemuliaan yang kekal di dunia ini yang tentu akan berlanjut di akhirat nanti. Tak apalah hidup bersahaja asal terus diliputi rizki yang halal dan berkah dan dijauhkan dari rizki yang haram baik zat dan cara memperolehnya. Kalau toh kekayaan terkumpul, kebersahajaan akan mengantarkan langkah kakinya menuju kantong-kantong komunitas yang membutuhkannya. Kebersahajaannya akan menuntun tangannya untuk berbagi lebih banyak dan lebih banyak lagi.

Kesadaran demikian akan dan hanya akan muncul ketika ada ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya dan loyalitas kepada orang-orang yang beriman. Maka pada gilirannya izzah kemuliaan diri akan melekat pada dirinya. Tak ada rasa gentar menghadapi kekuatan fisik orang lain dan kekayaan materi orang lain. Karena dia yakin kemuliaan buka terletak pada kekuatan fisik dan materi itu, tapi pada keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.[4]

5. Al Ghalabah (Kemenangan)

Bentuk kebahagiann yang lain adalah kemenangan. Kemenangan tentu didambakan setiap orang. Ketika mengikuti lomba mewarnai seorang anak –atau orang tuanya- pasti ingin memenangkan lomba itu, apapun hadiahnya. Ketika bersekolah, menjadi siswa sepuluh besar menjadi kebahagiaan tersendiri. Olympiade Matematika, Fisika dan Biologi yang dimenangkan putra-putri bangsa, sangat membangkan pemerintah dan bangsa Indonesia. Kemenangan tim olah raga juga dielu-elukan para penggemarnya. Kemenangan dalam Pilkada juga membawa kebahagiaan partai dan pendukungnya.

Hanya saja sikap menerima kemenangan berbeda-beda. Sesuai dengan motivasi dan cara memperoleh kemenangan itu sendiri. Tak jarang pesta pora dirayakan. Sehingga melupakan hakekat siapa yang memberi kemenangan itu. Bahkan perayaan yang berlebihan justru mengangkatnya dalam singgasana kepercayaan diri yang berlebihan bahkan kesombongan. Tak sedikit yang justru terjerumus dalam kemaksiatan yang sangat disenangi syaitan. Jika ini yang terjadi, maka hakikatnya kita bukan memperoleh kemenangan itu, karena kita justru dikalahkan oleh nafsu syaitan itu. Maka kebahagiaan dalam euforia kemenangan itu hanya sesaat, setelah itu si pemenang akan terpuruk dalam lembah kehinaan.

Jika kita berkenan dengan kemenangan yang sebenarnya maka berarti kita mendapatkan kebahagiaan itu. Dan selayaknya kita tahu cara memperoleh kemenangan itu. Mari kita buka sejenak Al Quran kita. Bukalah surat Al Maidah: 56, maka kita akan memahami bagaimana Allah memberikan kemenangan yang sesungguhnya kepada kita.

Itulah resume kebahagiaan di dunia yang pasti kita dambakan.

(Bersambung)
Choirul Asyhar
http://islamunaa.blogspot.com
http://lintasankatahati.blogspot.com

[1] QS. Al Maidah : 54

[2] HR. Muslim dari Abu Hurairah

[3] QS. Asy-Syuraa : 52-53

[4] QS. Al Munaafiqun : 8

Kamis, 13 Maret 2008

Maulid Nabi di Kampungku (Dulu)

Setiap tahun sebagian umat Islam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Hari kelahiran Nabi Muhammad. Yaitu setiap tanggal 12 Rabiul Awal menurut penanggalan hijriyah. Tahun ini Maulid Nabi jatuh pada tanggal 20 Maret 2008.

Peringatan Maulid Nabi awalnya diadakan pada zaman dinasti Fatimiah tahun 300-an Hijriyah. Lalu pernah digunakan untuk memompa semangat tentara Islam pada zaman perang salib. Momen ini digunakan oleh Salahuddin Al Ayyubi untuk memutar kembali perjuangan Muhammad Rasulullah dan para sahabatnya di segala bidang demi tegakkanya Islam di muka bumi. Benar saja ternyata mengenang perjuangan beliau dan para sahabatnya membangkitkan kembali semangat tentara Islam dalam perang salib yang melelahkan itu.

Kini peringatan Maulid Nabi terus dilaksanakan oleh sebagian besar kaum muslimin. Ada berbagai cara untuk mengisi Maulid Nabi. Di kampung-kampung tradisional banyak dilakukan dengan tukar-menukar makanan dengan tetangga. Menurut KH. Hasyim Muzadi dalam tulisannya di Republika, ini adalah wujud kecintaan sesama sebagai bukti kecintaan kepada Baginda Nabi.

Dulu, pada masa kecil saya, memasuki bulan Mulud (Bulan Jawa yang bertepatan dengan bulan Rabi’ul Awal) pasar menjadi sangat ramai. Nenek dan Kakek saya memiliki sebuah toko di area pasar itu. Karena itu saya yang tinggal di sana bisa merasakan betul geliat warga desa memasuki bulan ini. Di pasar, jalanan di tutup untuk kendaraan bermotor. Karena dijadikan arena pasar kaget. Jualannya macam-macam. Mulai makanan, mainan anak-anak yang terbuat dari tanah liat yang berbentuk miniatur alat-alat dapur, sampai topeng macan, monyet dan hewan lainnya yang terbuat dari adonan kardus yang dicetak lalu dilukis menyerupai wajah berbagai hewan. Saat itu belum ada tokoh-tokoh kartun Jepang, sehingga tidak dijual topeng power ranger, ultraman, spiderman, batman dan sebagainya. Keramaian pasar ini hampir sama dengan keramaian menjelang lebaran. Saya senang saja, karena ini berarti pengunjung toko Nenek saya jadi melimpah juga. Apalagi nenek saya memang berjualan alat-alat dapur yang terkena imbasnya keramaian grebeg maulid ini.

Kini keramaian itu tak ada lagi. Pemahaman momen maulid untuk meningkatkan kualitas ruhiyah berbekal kecintaan kepada Rasulullah, mengurangi keramaian pasar. Yang beralih pada perenungan dan kajian di masjid-masjid. Pembedahan siroh Nabi, membuka wawasan umat Islam bahwa untuk mencintai Rasulullah diperlukan langkah nyata meneruskan dakwah Islam. Memoles dan memperbaiki kepribadian muslim sedekat mungkin dengan kepribadian Nabi, karena beliau adalah uswah hasanah. Teladan yang baik. Apalagi tantangan semakin besar. Dakwah Islam tidak semudah dulu. Banyak angin kencang dari kanan dan kiri yang kalau tidak kita antisipasi bisa menjatuhkan bangunan Islam yang dibangun oleh pendahulu kita dengan susah payah.

Peringatan Maulid Nabi tidak hanya dengan saling tukar makanan, belanja mainan untuk anak-anak kita, sholawatan di surau-surau. Tapi bisa lebih dari itu. Atau bisa pula yang tidak ada relevansinya dikoreksi.

Tukar menukar makanan, misalnya. Ini adalah budaya baik untuk diteruskan. Karena Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik dengan tetangga. Kalau tidak baik pada tetangga, Rasulullah mengatakan bahwa mereka dianggap tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Tetapi budaya ini perlu diperbaiki, bahwa memberikan makanan kepada tetangga bisa dilakukan kapan saja. Bahkan sangat baik jika dilakukan tidak hanya setahun sekali, tapi lebih sering demi menjalin silatrahim. ”Meskipun hanya sebutir kurma.” kata Rasul. Apalagi diberikan pada saat tetangga sekitar kita benar-benar membutuhkannya. Tidak ada kelaparan di sekitar kita. Karena kata Rasulullah, tidaklah beriman kita jika kita tidur nyenyak sementara ada tetangga yang kelaparan. Apalagi kalau sampai mati kelaparan.

Membelikan mainan untuk anak-anak. Siapa bilang ini bukan kebaikan? Menyayangi anak. Hanya saja, sama dengan memberikan makanan, membelikan mainan tidak harus dilakukan pada saat hari kelahiran Nabi. Membelikan mainan bisa kapan saja saat diperlukan. Belum lagi dengan jenis mainannya. Mainan edukatif sudah banyak dijual, yang bisa merangsang kecerdasan emosional, merangsang keseimbangan otak kanan kiri.

Sholawat? Apalagi ini. Ini adalah perintah Allah. Bahkan tidak hanya bagi kita. Allah dan para malaikatpun mengucapkan shalawat kepada Nabi. “Sesungguhnya Allah dan para malaikat bersholawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kepadanya dan ucapkan salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab : 56)

إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما

Maka bersholawat kepada Nabi memang diperintah oleh Allah. Tidak hanya pada peringatan maulid Nabi, tapi juga di kesempatan-kesempatan lainnya. Bahkan setiap hari, paling tidak kita mengucapkan shalawat 10 kali dalam tasyahud pada saat sholat 5 waktu. Ditambah sholat-sholat sunnah, pasti lebih banyak lagi. Juga dalam dzikir pagi dan petang. Juga dalam pembuka setiap doa, kita selalu membaca pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi. Plus pada setiap nama Muhammad disebut, kita disunnahkan menjawabnya dengan shalallahu ’alaihi wasallam.

Rasulullah, mengatakan setiap ada umatnya yang bersalam dan shalawat, maka dia bermohon kepada Allah agar ruhnya dikembalikan dan beliau menjawab salam itu.

Maka shalawat dalam momen peringatan maulid Nabi hendaknya ditingkatkan tidak hanya mengharapkan pahala dan syafaat atas ucapan itu, tapi sebagai bentuk cinta kita kepada Rasulullah SAW. Dan cinta kepada Rasulullah tidak hanya di hati dan di mulut tapi juga dalam tindakan kita. Dalam bentuk mengikuti sunnah-sunnahnya. Dan ternyata mengikuti sunnah-sunnah Muhammad juga sebagai bentuk kecintaan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah :

قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31).

Maka momen peringatan Maulid Nabi bisa dijadikan pengingat sebarapa tinggi cinta kita kepada Allah dan Rasulnya, di mana itu diwujudkan tidak hanya dalam bentuk shalawatan tapi bagaimana kita melaksanakan sunnah-sunnahnya, sehingga Islam ada tidak hanya sekedar nama.

Cikarang Baru, 5 Rabi’ul Awal 1429H/13 Maret 2008

Minggu, 10 Februari 2008

The Power of Praying

Sebelum Sir Isaac Newton menemukan hokum grafitasi, setiap benda sudah jatuh ke tanah jika dilemparkan. Daun gugur dari pohon juga sudah jatuh ke tanah. Tidak terbang ke udara. Buah jatuh dari pohon bukan melayang. Jadi ditemukan hukum gravitasi atau tidak, hukum benda jatuh ke tanah sudah ada sejak bumi ini diciptakan oleh Allah.

Api juga sudah panas sebelum ilmuwan menemukan teori kalor, kekekalan energi dan sejenisnya. Bahkan tanpa teori-teori itu ilmu yang paling dahsyat mengajari balita kita tentang panasnya api adalah ketika mereka usil menyentuhkan tangannya ke nyala lilin.

Newton menemukan hukum kelembaman, di mana setiap benda yang bergerak akan cenderung terus bergerak dengan kecepatan tetap dan setiap benda yang diam akan terus cenderung diam, jika tidak ada gaya yang mempengaruhinya. Newton mendapatkan teori ini setelah dia melakukan berbagai penelitian kejadian-kejadian di alam semesta ini. Berbagai simulasi dilakukan untuk akhirnya menemukan hukumnya itu. Jadi Newton ’hanya’ merangkai sebuah kesimpulan dari kejadian-kejadian yang ada. Karena belum ada orang lain yang menyatakan sebelumnya, maka hukum ini disebut Hukum Newton. Semua femomena gerakan dan diamnya benda di bumi ini tunduk pada Hukum Newton ini. Tetapi itu tidak berarti tunduk pada Newton sendiri sebagai manusia. Malahan Newton sendiri juga tunduk pada teorinya itu. Kalau jatuh juga ke bawah. Kalau dia sedang diam berdiri, akan njrungup ketika tiba-tiba di dorong dari belakang dengan kekuatan cukup.

Lalu belakangan ada ilmu yang sebenarnya sudah lama didengungkan oleh para filsus kuno, tapi jadi tren baru sejak munculnya film the Secret. Yaitu the Law Of Attaction (Hukum Daya-Tarik) atau disingkat LoA, yang menyatakan bahwa manusia itu seperti magnet. Sehingga setiap detil peristiwa yang dialaminya adalah atas undangan (daya tarik) dirinya sendiri.

Sama dengan hukum-hukum sebelumnya, sebelum muncul istilah dan definisi ini, Allah juga telah menjadikan itu sebagai rangkaian ke-Mahapenciptaan-Nya. Allah menciptakan alam semesta lengkap dengan berbagai sistemnya. Sangat sempurna. Ada api panas, ada air dingin. Ada grafvitasi, ada orbit. Ada energi, ada kekekalannya. Ada gerak, ada kelembamannya. Di Indonesia dan daerah tropis lainnya ada musim hujan ada musim kemaraunya. Di kawasan utara ada 4 musim yang tidak saling berkejaran urutannya. Agar manusia dapat menghitungnya. Agar manusia dapat memanfaatkannya. Ketika musim dingin tiba, produsen mantel telah bersiap-siap dengan produknya. Tidak sampai terjadi, ketika musim hujan, pabrik payung lalai memproduksi payung karena tidak tahu kapan musim hujan datang. Siang dan malam tidak akan tertukar. Malam tidak dapat mengejar siang (QS. Yaasin : 40)

Demikian juga dengan LoA. Allah telah menyatakan dalam al Qur’an ”Ud’unii astajib lakum”. Berdoalah kepadaku niscaya aku kabulkan bagimu (Al Mu’min: 60). Ujibu da’wataddaa’i idza da’ani, Aku mengabulkan orang yang berdoa apabila dia memohon kepada-Ku (QS. Al Baqarah: 186). Ini sudah janji Allah. Tapi Allah juga mengatakan dalam kelanjutan ayat itu, jika kita mau selamat dan selalu dalam kebenaran maka kita harus memenuhi perintah-Nya dan tetap beriman kepada-Nya. (Falyastajiibulii wal yu’minu bii. La’allahum yarsyuduun).

Maka LoA itu ada. Dia Allah sebagai Rabbul ’Alamin (Rab seluruh alam) akan mengabulkan keinginan seluruh hamba-Nya. Hanya saja, Dia mengingatkan bahwa dengan hukum LoA yang bermakna dikabulkannya do’a kita, janganlah kita berpuas diri, lengkapi dengan iman dan menjalankan perintah-Nya agar kita tidak menjadi orang yang rugi.

Alangkah indahnya jika kita sadar bahwa doa kita bisa menjadi magnet yang menarik detail peristiwa yang kita inginkan, ketika si Pemilik Peristiwa itu berkenan melepaskannya untuk kita.

Alangkah indahnya jika kita tidak terbius dengan kehebatan magnet yang kita miliki. Alangkah indahnya jika kita bisa mengendalikan diri tidak merasa hebat sendiri.
Maka dengan kesadaran yang indah ini, akan mengatarkan kita tersungkur bersujud kepada-Nya. Melaksanakan perintah-perintah-Nya, patuh kepada-Nya sehingga kita selalu dalam kebenaran.

Bagaimana jika kita tidak mau melaksanakan perintah-Nya dan tidak beriman kepada-Nya? Apakah the power of feeling masih bekerja? LoA masih efektif? Insya Allah jawabnya ya. Karena memang Allah Maha Rahman kepada semua makhluknya tanpa kecuali. Bukankan Allah memberikan oksigen dan alat pernafasan lengkap kepada semua makhluknya baik mereka mengakui keberadaan-Nya maupun atheis? Bahkan bukan hanya itu. Bukankah Allah sudah berjanji:

من كان يريد الحياة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعمالهم فيها وهم فيها لا يبخسون

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. (QS. Huud : 15).

Tidak dirugikan di dunia! Tapi bagaimana dengan kehidupan akhirat jika kita ingkar kepada perintah dan larangan-Nya serta tidak mengimani-Nya?

أولئك الذين ليس لهم في الآخرة إلا النار وحبط ما صنعوا فيها وباطل ما كانوا يعملون

Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan (QS. Huud : 16)

Sedahsyat apapun energi vibrasi jantung kita, kedahsyatannya tetap masih di bawah the Power of God, si Pencipta, Pemilik, Pemelihara jantung itu sendiri. Sepanas apapun api yang disiapkan oleh Raja Namrud untuk membakar Nabi Ibrahim a.s, tetap menjadi dingin ketika Allah si Pemilik-Hukum-Panasnya-Api mengatakan ”Wahai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” (QS. Al Anbiya : 69).
........ Mari ber LoA dengan do’a-do’a kita hanya kepada Allah semata.

Jumat, 25 Januari 2008

Ittiba' dan Ikhlas

(Syarat diterimanya Ibadah)

Sering kita mendengar orang mengatakan: “Ah, yang penting ikhlas…”. Biasanya kalimat ini dilontarkan untuk menjawab komentar orang terhadap nilai infaq yang sedikit. Banyak orang karena takut disebut tidak ikhlas, maka dia bahkan membatalkan sedekahnya. Maka “biar sedikit, asal ikhlash”.

Ada juga seseorang yang melakukan sesuatu pekerjaan yang tidak wajar menurut nilai-nilai moralitas mengatakan: “Ya... saya ikhlas menerima keadaan ini. Suami tak bertanggung jawab. Saya melakukan pekerjaan hina ini demi menafkahi anak-anak saya.”

Benarkah penempatan kata ikhlash pada kedua konteks di atas?

Salah satu syarat diterimanya amal dan ibadah kita oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah keikhlasan kita. Ikhlash artinya mengharapkan ridho Allah semata. Allah ridho jika amal kita dilaksanakan semata-mata karena Allah. Bukan karena mengharapkan pujian dari manusia (riya’) ataupun sum’ah (mengagumi diri sendiri).

Infaq

Dalam contoh orang yang berinfaq, godaannya adalah riya’ dan sum’ah itu. Karena itu sering ada yang berpendapat daripada infaqnya banyak tapi tertolak lebih baik sedikit tapi ikhlas. Ada juga yang berkata bahkan daripada sedikit tapi tertolak karena riya’ dan sum’ah lebih baik uangnya untuk beli bakso aja. Alias gak usah sedekah sekalian. Kan lumayan kenyang perut.

Padahal mestinya tidak demikian dalam menyikapi potensi riya’ dan sum’ah itu. Bukan justru meninggalkan amal atau menyedikitkan amal, karena gak mau rugi. Tapi seharusnya justru melatih jiwa ikhlas itu tumbuh dalam diri kita.

Sebelum berlatih kita perlu berdoa agar diberi keikhlasan oleh Allah SWT. Allahlah yang membolak-balik hati kita. Kita terus-menerus meminta agar diberi kepandaian dalam mengelola hati kita agar dapat bersedekah banyak dan tetap ikhlas.

Selain berdoa, kita juga harus banyak belajar. Dengan terus menerus menuntut ilmu agama terutama tentang bagaimana melatih diri agar selalu ikhlash. Belajar bisa dilakukan melalui membaca buku dan menghadiri majlis-majlis taklim. Membaca riwayat hidup para salafus sholih dan orang-orang sesudah mereka dari para salihin sangat memotivasi kita untuk bisa menjadi orang yang ikhlas. Kini juga ada buku kontemporer tentang ikhlas yang disajikan dan ternyata dapat dipahami secara ilmiah. Seperti buku-buku yang berisi ilmu pemrograman panjang gelombang otak kita. Yang menyatakan bahwa keikhlasan kita dapat dilakukan dengan teknologi otak, neuro linguistic programme, quantum ikhlas dan sebagainya. Semua itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh (mujahadah) sehingga Allah akan memudahkannya sebagai ganjaran dari kesungguhan kita.

والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا وإن الله لمع المحسنين

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-Ankabut: 69)

Selain itu bergabunglah dengan komunitas orang-orang yang ikhlas dalam aktivitasnya. Ini akan memudahkan kita tertular menjadi orang yang ikhlas pula. Bagaimana tidak, kita semua memiliki kecenderungan kepada kebaikan. Maka ketika melihat orang yang tentram hidupnya karena jiwa ikhlasnya, tidak mencari popularitas yang sering justru merepotkannya sendiri, maka pasti kita ingin menikmati hal yang sama.

Ketika lama bergaul dengan lingkungan orang-orang culas yang mementingkan diri sendiri, suatu saat kita akan tertular menjadi culas dan egois. Maka sebaliknya dalam lingkungan masyarakat yang baik kita juga akan terbawa menjadi orang baik.

Bekerja Menyimpang

Dalam contoh orang yang terpaksa masuk dalam dunia hitam, jelas terjadi kontradiksi. Bagaimana mungkin ikhlas dalam arti mengharapkan keridhoan Allah, sementara mereka melaksanakan pekerjaan yang justru diharamkan oleh Allah. Bagaimana mungkin Allah meridhoi hal yang demikian. Bagaimana mungkin Allah memberi pahala sedekah kepada keluarga, jika nafkahnya diperoleh melalui cara yang diharamkan oleh Allah. Bukankah disamping kita diperintahkan memberi nafkah kepada keluarga, kita juga diperintahkan untuk mencari nafkah yang halal.
Ya.... ternyata selain ikhlas juga ada syarat kedua yaitu ittiba' dimana amal dan ibadah yang kita lakukan harus sesuai dengan yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shalallahhu 'alaihi wa salam dan para shahabatnya.
Allah mengajarkan dalam Al Quran bahwa sedekah itu boleh disampaikan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Kalau sudah bisa ikhlas dengan sedekah secara terang-terangan, kerjakan! Kalau belum bisa, lakukan secara sembunyi-sembunyi. Bukan mengbatalkan sedekah. Terus lakukan sedekah dengan mengasah hati agar bisa ikhlas.

Beramallah, maka Allah, rasulnya dan orang-orang mukmin akan menilainya. Demikian firman Allah dalam Al Quran Surat At Taubah : 105.

Dalam bekerja mencari nafkah, sudah ada rambu-rambu. Mana halal mana haram. Mana pungli mana gaji. Mana hak hasil kerja mana suap. Mana laba mana riba. Demikian juga dalam ibadah ritual. Ada banyak hadis mana ibadah yang dicontohkan mana yang mengada-ada. Mana yang boleh mana yang tambahan-tambahan tak berdalil. Meskipun lafal dzikir itu termasuk kalimah tayyibah, tapi kalau harus diucapkan pada jumlah tertentu, masa tertentu, tempat tertentu yang tidak diajarkan Rasul dan dilakukan para sahabat, maka itu berarti tidak ittiba’.

Dengan mengikuti (ittiba’) sunnah Rasulullah dan para sahabat maka Agama Islam akan terjaga kemurniannya.

Bermunculannya aliran sesat adalah karena mereka tidak ittiba’. Mereka mulanya melakukan rekayasa-rekayasa cara peribadatan. Dan meninggalkan penafsiran-penafsiran al Quran dan Hadits yang telah banyak dilakukan oleh para sahabat, salafus sholeh, dan ulama-ulama yang datang kemudian yang dikenal lurus. Dengan dalih kebebasan berfikir, kebebasan berpendapat maka lama-kelamaan ternyadi penyimpangan dari rukun iman dan rukun Islam. Karena mereka cenderung mengagungkan prasangka dan akal pikirannya sendiri di atas Allah dan Rasulnya.

أرأيت من اتخذ إلهه هواه أفأنت تكون عليه وكيلا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?(QS. Al Furqon: 43)

Kebenaran bukan mengikuti hawa nafsu kita, tapi mengikuti petunjuk Allah dan Rasulullah dan juga contoh-contoh praktek yang telah dilakukan oleh Rasul dan para sahabatnya.

Kalau mengikuti hawa nafsu maka yang terjadi adalah kekacauan dan kehancuran:

ولو اتبع الحق أهواءهم لفسدت السماوات والأرض ومن فيهن بل أتيناهم بذكرهم فهم عن ذكرهم معرضون

Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS. Al Mu’minum : 71)

Jadi ibadah kita harus mengikuti ajaran dari Pemilik Agama ini yaitu Allah SWT melalui contoh-contoh yang diberikan oleh para Rasul dan para sahabatnya.

إن إبراهيم كان أمة قانتا لله حنيفا ولم يك من المشركين

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan) (QS. An Nahl : 120)

لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab : 21)

Untuk itu marilah kita membulatkan niat beramal dan beribadah hanya untuk mengharap wajah Allah Ta'ala saja dan mencari keridhaan Rabb Yang Maha Tinggi, dan tidak bercampur baur dengan kesyirikan.

إنا أنزلنا إليك الكتاب بالحق فاعبد الله مخلصا له الدين

Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS. Az Zumar : 2)

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة وذلك دين القيمة

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
(QS Al-Bayyinah: 5)

قل إنما أنا بشر مثلكم يوحى إلي أنما إلهكم إله واحد فمن كان يرجو لقاء ربه فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه أحدا

Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". (QS Al-Kahfi:110)

Rasulullah Shalallahhu 'alaihi wa salam telah bersabda: "Barangsiapa berbuat suatu amal supaya amalnya didengar orang lain (sum'ah, mencari popularitas), maka Alloh mempopulerkan amalnya tersebut pada makhlik-Nya, kemudia Dia menghinakannya". (HR Ahmad dan at-Thabrani)

Latihan Ikhlas

Ikhlas tidak mudah, karena itu perlu latihan. Beberapa sikap yang bisa dilatih untuk membentuk diri agar ikhlas dalam beramal dan beribadah, antara lain:

1. Takut mendapatkan popularitas
2. Introspeksi/ Muhasabah atas dengan serba kekurangan
3. Banyak berdiam, bicara seperlunya
4. Tidak mencari pujian atau gila dengan pujian
5. Tidak pelit memuji orang yang berhak mendapatkan pujian dan sanjungan dengan berbagai kriterianya
6. Meluruskan niat dalam beramal karena Allah ta'ala - baik sebagai pimpinan maupun sebagai yang dipimpin
7. Mengharapkan Ridho Allah bukan Ridho manusia
8. Menjadikan ridho dan kemurkaannya Allah.
9. Bersabar menapaki jalan panjang yang sangat berat ketika pertolongan-Nya belum kunjung tiba
10. Bergembira atas keberhasilan orang lain atau minimal tidak marah karena hal itu
11. Senantiasa berusaha membersihkan batinnya dari rasa 'ujub (tazkiyatun nafs)
12. Tidak menganggap suci dirinya
13. Merahasiakan ketaatannya kecuali untuk kemaslahatan yang sangat jelas

14. dan lain-lain.

Semoga nikmat hidayah dan kebersihan niat kita dalam beribadah hanya untuk Allah semata, dan kita selalu mendapat pertolongan dan bimbingan dari Allah Rabbul 'alamin.

Rujukan:
Digital Al Quran Ver 3.2
Manajemen Hati, Dr. Muhammad bin Hasan asy-Syarif, Darul Haq, 1425 H