Jamaah calon haji sudah mulai berangkat ke tanah suci sepekan ini. Pertanda sebantar lagi memasuki bulan Dzuhijjah. Di bulan ini ada sebuah hari raya bagi umat Islam. Satu daru dua hari raya umat Islam. Itulah Idul Adha.
Pada bulan ini, ada sebuah hari nahr. Yaitu hari penyembelihan hewan qurban. Sebagai sunnah Nabi Ibrahim a.s. Jumhur ulama menetapkan bahwa menyembelih hewan qurban adalah sunnah muakkad bagi muslim yang mampu. Yaitu yang mampu membeli seekor hewan qurban seperti kambing, sapi, dan onta.
Alhamdulillah setiap tahun semakin banyak saja orang Islam yang tergerak memotong hewan qurban. Saya jadi teringat masa sewaktu kecil dulu. Di kampungku, orang yang memotong hewan qurban di hari nahr pasti orang yang kaya raya.
Yang biasa-biasa saja, gak usahlah berqurban.
Yang miskin, cukup menerima pemberian beberapa ons daging qurban dari balik pagar besi yang tinggi.
Kini, saya tinggal di sebuah perumahan di Cikarang.
Hewan qurban yang disembelih oleh panitia dua tahun ini sekitar 7 ekor sapi plus 40-an ekor kambing. Kalau satu sapi mewakili 7 orang, berarti total ada 90-an orang pequrban. Kalau satu orang mewakili 1 KK, berarti ada 90 KK yang berqurban. Ini berarti sekitar 20% dari total 450 KK di perumahan ini.
(Surprise! Jumlahnya hampir sama dengan jumlah jamaah shalat isya yang dulu pernah saya tulis).
Apakah angka ini sudah cukup bagus?
Tergantung dari pembandingnya.
Dua tahun lalu saya bersama teman-teman pernah melaksanakan penyembilahn qurban di sebuah di desa di sebuah kabupaten di
Kalau qurban di perumahan saya dibandngkan qurban di desa di atas, pasti orang sudah berdecak kagum…. Padahal seharusnya hewan yang disembelih bisa lebih banyak lagi.
Baik di perumahan saya maupun di desa di kabupaten
Nabi Ibrahim a.s. sama sekali tak menyangka bahwa yang beliau sembelih adalah seekor gibas. Dia dengan rasa patuh kepada Allah, sedang melaksanakan perintahnya menyembelih anak kandungnya sendiri. Ismail a.s. Anak yang kelahirannya sangat ditunggu-tunggu.
Sedangkan kita?
Sudah pasti yang kita sembelih adalah kambing, sapi, atau onta. Sudah jelas makhluknya. Sudah jelas dimana belinya. Sudah jelas harganya. Sudah jelas kapan waktunya. Maka zaman sekarang berqurban itu bisa direncanakan dengan baik. Asal kita punya kemauan.
Jadi masalah uang untuk berqurban bukanlah masalah besar. Tidak harus kaya raya dulu untuk berqurban. Yang harus ada adalah kemauan untuk melaksanakan sunnah Nabi Ibrahim a.s. Lalu lakukan perencanaannya.
Mari kita bayangkan. Boleh juga sambil berhitung pake kalkulator. Dengan harga seekor kambing Rp. 1.000.000,- maka seharusnya jumlah orang yang berqurban bisa 2-3 kali lipat daripada sekarang. Jika angka ini dibagi dengan 350 hari saja (karena 1 tahun kalender hijriyah lebih pendek daripada kalender masehi), maka hanya dengan menabung Rp 3.000,- saja per hari, kita bakalan dapat menyembelih qurban pada hari H.
Bayangkan lagi…. Kalau seorang perokok setiap hari menghabiskan 1 pak rokok seharga Rp. 10.000,- berarti setahun dia telah membelanjakan 3.5 juta rupiah untuk rokok. Ini sama dengan 3-4 ekor kambing.
Jadi ternyata berqurban seekor kambing bukanlah sesuatu yang mahal dari segi biaya. Tidak memberatkan jika direncanakan. Tapi memang pengurbanan untuk taat kepada Allah itulah yang berat.
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah: 195)